Senin, 28 Januari 2013

Registration Requirements for registrating non electromedic medical device (According to the Registration website) :


Form A
  1. Formulir Permohonan / Application form
  2. IPAK (Ijin Penyalur Alat Kesehatan) / Medical Device Distribution License
  3. LOA / Letter of Appointment : legalized
  4. CFS / Certificate of Free Sale : legalized
  5. ISO 13485
  6. Pernyataan merk dan surat pernyataan bersedia melepas keagenan / Statement of Brand and Statement letter to willingly give in the distributor rights if there are other party more eligible.
 Form B
  1. Uraian Alat / Description of device:
-      Cara Penggunaan / Direction of Use
-      Indikasi / Indication
-      Brosur / Brochure
-      Material Produk / Product Material
-      Kadaluwarsa / Expiry date
  1. Deskripsi dan fitur Alkes / Description and Fiture of medical device
  2. Tujuan Penggunaan / Intended Use
  3. Indikasi / Indication
  4. Petunjuk Penggunaan / Direction for use
  5. Material / Composition
  6. Proses Produksi / Manufacturing procedure or Flow chart
 Formulir C
  1. Karakteristik dan Spek Kinerja Teknis Alat / Characteristic and Specification of Finished Good
  2. Spek Bahan Baku / Specification of Raw Material
  3. Hasil Uji Analisis Alkes / COA of Finished product
Formulir D
  1. Contoh Penandaan / Leaflet
  2. Kode Produksi dan Arti / Production code and meaning
  3. Penandaan pada Alat / Labelling
  4. Manual Instruction (Inggris & Indonesia) *



Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Pedagang Besar Farmasi adalah salah satu fasilitas distribusi sediaan farmasi. PBF bisa saja membuka cabang yang disebut PBF cabang di beberapa tempat asalkan PBF cabang tersebut mendapat pengakuan dari kepala dinas kesehatan provinsi setempat dimana PBF cabang tersebut berada dan PBF cabang juga hanya bisa menyalurkan sediaan farmasi dalam batas wilayah provinsi pengakuannya.

Beberapa hal berkaitan dengan PErizinan PBF dan/ atau PBF cabang adalah:
1. Izin PBF dikeluarkan oleh Dirjen Bidang Pembinaan dan Pengawasan
2. Izin PBF berlaku selama 5 tahun dan boleh diperpanjang
3. PBF boleh membuka cabang yang disebut PBF cabang
4. PBF cabang harus mendapat surat pengakuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat dimana PBF cabang berada
5. Pengakuan PBF cabang berlaku selama izin PBF cabang berlaku.

Persyaratan untuk mendapatkan izin PBF adalah:
1. Merupakan badan usaha (Baik Perseroan Terbatas atau Koperasi)
2. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
3. Memiliki secara tetap apoteker WNI sebagai apoteker penanggung jawab
4. Komisaris/ dewan pengurus dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi
5. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan Pengadaan, Penyimpanan, dan penyaluran obat dan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF
6. Menguasai gedung sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu keamanan obat
7. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dengan ruangan lain.
8. membayar biaya permohonan izin PBF.

Izin PBF tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin sudah habis dan tidak diperpanjang
2. PBF sedang dikenai sanksi penghentian sementara kegiatan
3. Izin PBF dicabut

Pengakuan PBF cabang tidak berlaku bila:
1. Masa berlaku izin PBF habis dan tidak diperpanjang
2. PBF cabang sedang dikenai sanki penghentian sementara kegiatan
3. Pengakuan dicabut.

PBF ada 2 macam yaitu PBF obat dan PBF bahan baku obat. Menurut PP no. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud Fasilitas distribusi adalah sarana yang digunakan untuk menyalurkan atau mendistribusikan sediaan farmasi dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindahtanganan.

Kewajiban PBF dan PBF cabang:
(Berkaitan dengan apoteker )
1. PBF atau PBF cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab dalam melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat.
2. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
3. Apoteker tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF cabang
4. Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus melaporkan kepada Dirjen atau KA. Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja.

  (berkaitan dengan CDOB)
5.PBF atau PBF cabang dalam melaksanakan Pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat harus menerapak CDOB yang ditetapkan oleh Menteri
6. Penerapan CDOB mengikuti pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan
7. PBF atau PBF cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh kepala badan

(berkaitan dengan dokumentasi)
8. PBF atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB
9. Dokumentasi boleh dilakukan secara elektronik
10. Dokumentasi harus dapat diperiksa setiap saat oleh petugas

(berkaitan dengan larangan )
11. PBF atau PBF cabang dilarang menjual obat dan atau bahan obat secara eceran
12. PBF atau PBF canbang dilarang menerima/melayani resep

PBF dan PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat kepada:
1. PBF lain
2. PBF cabang lain
3. Fasilitas pelayanan kefarmasian:
   - Apotek
   - Klinik
   - Puskesmas
   - Toko obat
   - Praktek bersama
   - Instalasi Farmasi Rumah sakit
4. Pemerintah, bila pemerintah membutuhkan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
5. PBF cabang hanya bisa menyalurkan obat dialam batas wilayah provinsi pengakuannya
6. Lembaga Ilmu Pengetahuan

Untuk PBF bahan baku obat memiliki kewajiban tabahan yaitu:
1. Laboratorium, yang mempunyai kemampuan untuk melakukan pengujian bahan baku obat sesuai ketentuan yang ditetapkan dirjen.
2. Gudang khusus tempat penyimpanan

PBF atau PBF cabang menyalurkan obat berdasarkan pesanan yang di apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab. Dikecualikan untuk pesanan untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan, surat pesanan ditandatangani oleh pimpinan lembaga. UNtuk peyaluran obat atau bahan obat berupa obat keras, surat pesanan harus ditandatangai oleh apoteker penanggung jawab atau apoteker pengelola apotik. PBF atau PBF cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotik harus memiliki izin khusus sesuai peraturan perundang undangan. PBF atau PBF cabang yang melakukan pegubahan kemasan dari kemasan aslinya atau pengemasan kembali terhdap kemasan aslinya dari bahan obat wajib melakukan pengujian mutu dan wajib memiliki ruang pengemasan kembali.

Penyelenggaraan
PBF hanya boleh melakukan pengadaan obat dari industri farmasi atau PBF lain
PBF hanya boleh melakukan pengadaan bahan obat dari industri farmasi atau PBF lain dan atau melalui importasi. Importasi harus dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
PBF cabang hanya boleh melakukan pengadaan obat dan atau bahan obat dari PBF pusat.
PBF bisa berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan.

Gudang
Gudang dan kantor PBF atau PBF cabang boleh terpisah selama tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal oleh direksi /pengurus dan penanggung jawab, dan gudang tersebut harus memiliki seorang apoteker penanggung jawab.
PBF boleh melakukan penambahan gudang atau perubahan gudang dengan syarat mendapat persetujuan dari Dirjen Bidang Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan. Gudang tambahan hanya melaksanakan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF atau PBF cabang.
PBF cabang juga boleh melakukannya bila mendapat persetujuan dari Ka. Dinkes Provinsi setempat.

Pelaporan
Setiap PBF atau PBF cabang wajib membuat laporan setiap 3 bulan sekali yang ditujukan kepada dirjen dengan tembusan kepala badan POM, Ka. Dinkes Provinsi, Kepala Balai POM.
Kecuali untuk PBF atau PBF cabang yang menyalurkan Narkotika dan psikotropika wajib membuat laporan bulanan penyaluran Narkotika dan Psikotropika sesuai peraturan perundang-undangan

Pembinaan
1. Pemerintah, Pemda, atau Pemkot melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan peredaran obat dan bahan obat.
2. Pembinaan bertujuan untuk:
   - Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat atau bahan obat untuk upaya kesehatan
   - Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang tidak tepat, atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan.